Selasa, 18 Oktober 2016

Ulang Tahun Mantan Pacar

Suatu pagi.
"Mas, tau gak, hari ini hari apa?" tanyaku memancing.
"Hari selasa, Dek."
merenggut, ya tahu ini hari selasa, tapi bukan itu maksudku, dodol!
"Tanggal berapa?" tanyaku lagi.
"18 Oktober, kan?" tanyanya ragu. Aku mengangguk cepat, pasti dia
mulai ingat nih.
Nunggu seperkian detik tak ada lagi lanjutan kalimat darinya. Aku
mulai tak sabar. "Terus, ini hari apa?" ulangku.
"Kan udah Mas bilang tadi, hari selasa." jawabnya acuh tanpa menengok.
Kulihat dia masih berkutat di depan laptop. Menyebalkan! Aku diam
sejenak lalu bertanya lagi.
"Mas lupa, ya. Hari ini hari penting lho...," penting banget, sampai
aku mau nangis sekarang.
"Hari penting?" tanyanya berbalik badan, kini lelaki tampan itu
menatapku. Aku menunggunya menemukan jawaban sendiri. Sambil tersenyum
ia bangkit lalu mengecup puncak kepalaku.
"Ya, Sayang. Hari ini penting buat kita, karna hari ini, Mas bakal
presentasi di rapat nanti, depan para direksi. Hari ini Mas di promoin
jadi direktur utama di perusahaan. Doain Mas, ya?" ucapnya lembut,
kemudian kembali tempat duduknya. Aku menghela napas panjang. Ya,
tanpa kau mintapun aku pasti mendoakanmu. Tapi setidaknya kau juga
ingat, hari ini juga penting untukku. Kau tahu, wahai para pria di
luar sana? Terkadang wanita lebih suka bermain tebak-tebakan daripada
mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya secara terang-terangan.
Jadilah pria yang peka. Jangan sampai kau meminta maaf atas
kebodohanmu sendiri, karena diamnya wanitamu, bisa membuat harimu tak
akan menyenangkan. You can believe me!
"Oh iya, aku ingat! Hari ini ultahnya mantan pacar Mas." serunya
seraya menepuk jidat.
Apa katanya? Mantan pacar? Jadi, dia ingat ultah mantannya? Tidak
dengan ultahku? Yang benar aja, sangat kebetulan sekali ultah kami
sama.
"Dek, kira-kira kado apa yang cewek-cewek suka? Yang berkesan buat
dia? Yah, sesama cewek pasti tau, dong." tanyanya menatapku lalu
tersenyum menggoda.
Woy! Aku ini istrimu. Ingat?
"Berikan saja dia novel bergenre romance, aku yakin, dia bakal
terkesan padamu. Mungkin setelah itu dia memintamu menjadikannya Surga
keduamu." jawabku penuh penekanan! Marah? Ya! Kecewa? Apalagi!?
"Benarkah?"
"YA."
"Baiklah. Akan kucoba. Thanks infonya, Sayang." katanya tersenyum simpul.
"Your welcome."
Cih! Menyebalkan!
Akhirnya, lelaki yang berstatus suamiku itu pergi dengan berpakaian
rapi, formal. Tentu saja, dia ke kantor karena dia melakukan
presentasi. Mungkin setelahnya mampir ke toko kue lalu memesan dan
menuliskan, 'HAPPY BRITHDAY MANTAN PACARKU' di kue tersebut.
Sorenya. Suamiku datang dengan sebuah kue berukuran 30 x 30. Pria
tampak berbinar sambil berseru, "SURPRISE!!!"
aku terkesiap, tak percaya ini, sambil mencium keningku, "selamat
ulang tahun, Sayangku." dia menyodorkan kue yang sudah berlilin di
nyalakan.
Aku tercekat saat melihat tulisan di kue tersebut.
'SELAMAT ULANG TAHUN MANTAN PACAR'
"Ini kue, untukku?" tanyaku ragu.
"Ya, untuk kamu, siapa lagi."
"Tapi ... tapi kenapa di kue tertulis--"
"Mantan pacar? Ya iyalah, kamu mantan pacarku sekarang. Karena saat
ini kamu sudah jadi istriku." katanya tersenyum puas. Sepertinya dia
berhasil mengerjaiku. Uh, dasar!
"masih ada kejutan lagi!" lanjutnya menggendongku lalu membawaku ke
sebuah ruangan.
"PERPUSAKAAN MINI!"...

Indah Tinumbia.
18 oktober 2016. Kotamobagu..

Pada tanggal 14/03/16, Indah Cantik <indahcantik539@gmail.com> menulis:
> "Selamat ulang tahun, Tifani sayang." ucap Liem.
> Sahabat sejak SMP yang selalu ada, bahkan di saat aku terpuruk sekali pun.
> Orang tuaku meninggal saat kecelakaan mobil. Aku satu-satunya yang selamat
> meski harus kehilangan kaki kiri. Kecelakaan itu menyebabkan kakiku luka
> parah dan harus diamputasi. Sejak kejadian satu tahun yang lalu itu,
> hubungan persahabatan tak pernah berubah. Meski sama-sama memiliki perasaan
> yang sama, tapi bukan berarti kami berpacaran. Hingga tadi malam ia
> mengutarakan perasaan yang selama ini disimpan tepat pukul jam dua belas,
> dia membawa kue dan sebuah cincin berwarna perak bermata berlian. Kalimat
> indah ia lontarkan dari mulutnya kalimat yang tak pernah ia ucapkan dia
> melamarkanku. Ya, aku tidak menyangka dia memberiku kejutan. Entah kekuatan
> darimana membuatku menganggukkan kepala di hadapannya saat itu, sebagai
> isyarat aku menerima lamarannya.
> "Makasih ya, Liem," balasku sambil tersipu malu.
> Aku yakin, wajahku pasti sudah bersemu merah sekarang. Lelaki yang ada di
> hadapanku ini hanya tersenyum padaku. Masya Allah dia sungguh tampan bila
> tersenyum seperti ini.
> "Iya Fani, sayang. kamu tahu nggak, kamu selalu terlihat cantik dengan
> jilbab panjangmu ini, apalagi warnanya senada dengan wajahmu yang sekarang
> merah muda gitu." godanya.
> "Ih Liem! Udah dong ah, aku jadi malu nih." ucapku manja.
> Akhirnya tanpa ditahan lagi dia tertawa lepas. Uh, dasar cowok menyebalkan!
> Sengaja aku memonyongkan bibirku, biar terlihat kesal, padahal aku sedang
> berusaha menutupi rasa maluku. Bisa-bisanya dia membuatku salah tingkah
> begini.
> "Oh, marah nih ceritanya? Aku minta maaf, Sayang," bujuknya.
> "Aku ke sini pagi-pagi, mau mengajak kamu bersepeda," lanjutnya sontak aku
> mengalihkan padangan tepat pada kedua bola matanya yang berwarna coklat,
> tapi tak ada keraguan yang kulihat di sana.
> "Aku akan membawamu ke suatu tempat," jawabnya, seakan mengerti yang aku
> pikirkan.
> Tanpa menunggu persetujuan dariku, dia membopongku keluar menuju ke halaman
> depan rumah.
> "Tapi sebelum itu, kita jalan-jalan dulu ya?" lanjutnya lagi.
>
> ?
> Perlahan dia meletakkanku di atas kursi roda yang selama ini sudah menjadi
> teman hari-hariku. Tapi, ada sesuatu yang berbeda, kursi roda itu dikaitkan
> dengan sepeda yang berada di sampingnya. Ternyata ini yang dimaksud oleh
> Liem jalan-jalan dengan bersepeda. Ya, cinta memang selalu punya caranya
> sendiri. Dan dia mengayuh sepeda membawaku berkeliling menikmati sejuknya
> pemandangan pagi. Di perjalanan, kami tak henti tertawa dan bersenandung
> seakan tak peduli dengan pandangan aneh atau mungkin pandangan kagum dari
> orang di sekitar jalan yang kami lalui. Di depanku, Liem terus mengayuh
> sepedanya.
>
> Hingga tiba di suatu tempat, Liem menghentikan sepedanya.
> "Tunggu sebentar, ya?" ucapnya lalu bergegas meninggalkanku.
> Ia masuk ke sebuah bangunan yang di depannya terdapat papan bertuliskan.
> 'PABLIK PEMBUATAN KAKI PALSU' membuatku bertanya-tanya.
>
> Tak berapa lama, lelaki yang melamarku semalam keluar dengan sebuah kaki
> palsu. Binar syarat akan kebahagiaan. Dengan senyum yang masih menghiasi
> bibir, dia menyerahkan benda itu kepadaku. "Ini kado untukmu, sayang. aku
> hanya ingin kamu bisa memakai sepasang sepatu yang kubelikan untukmu di
> hari pernikahan kita nanti." Kalimat itu meluluhkan kristal bening di sudut
> mataku. Aku bahagia sekaligus terharu. Tangan lembutnya menghapus perlahan
> bulir bahagia itu. Aku bersyukur karena dia mencintaiku apa adanya.
> "I don't know what I'm feeling about. But I know, I love you more than
> everything." ucapku terbata.
>