Rabu, 11 Mei 2016

KADO ULANG TAHUN

   Jantungku berdegup dengan cepat saat mata coklatnya menatapku seperti ini, juga bibir yang tak berhenti menyungging untukku.

   "Selamat ulang tahun, Tifani, sayang." ucapnya.

Tommy, adalah sahabatku sejak masih sekolah menengah pertama, sahabat yang selalu ada, bahkan ketika aku sedang terpuruk. Kedua orang tuaku meninggal saat kecelakaan mobil. Aku satu-satunya yang selamat, meski harus kehilangan kaki kiri. Kecelakaan itu menyebabkan kakiku luka parah dan harus diamputasi.

Sejak kejadian satu tahun yang lalu itu, hubungan persahabatan tak pernah berubah. Meski sama-sama memiliki perasaan yang sama, tapi, bukan berarti kami berpacaran.

Hingga tadi malam ia mengutarakan perasaan yang selama ini disimpan. Tepat jam dua belas, dia datang membawa kue dan sebuah cincin berwarna perak bermata berlian.

Kalimat indah ia lontarkan dari mulutnya, "Sahabat cantikku, maukah kamu menikah denganku?" kata yang tak pernah ia ucapkan dia melamarkanku.

Ya, aku tidak menyangka dia memberi kejutan dengan meng-khitbahku di hari ulang tahunku. Entah kekuatan darimana membuatku menganggukkan kepala di hadapannya saat itu, sebagai isyarat aku menerima lamarannya.

  "Makasih ya, Tommy," balasku sambil tersipu malu.

Aku yakin, wajahku pasti sudah bersemu merah sekarang. Lelaki yang ada di hadapanku ini hanya tersenyum padaku. Masya Allah, dia sungguh tampan bila tersenyum seperti ini.

 "Iya Fani, sayang," Ah, aku bisa meleleh mendengar suara merdu pria ini, bukankah ia selalu begitu? Tapi, kenapa hatiku berdebar tak karuan tiap kali mendengar suaranya?

"kamu tahu nggak? Kamu selalu terlihat cantik tiap aku melihatmu, apalagi, kamu memakai Blush On gitu." goda Tommy, bibirnya mengulum senyum.

 "Ish... Tommy! Udah dong ah, aku jadi malu nih." ucapku setengah merajuk, aku membuang muka.

Akhirnya tanpa ditahan lagi dia tertawa lepas. Huh, dasar cowok menyebalkan! Sengaja aku memonyongkan bibirku, supaya terlihat kesal, padahal aku sedang berusaha menutupi rasa maluku. Bisa-bisanya dia membuatku salah tingkah begini.

 "Ho'oh... Marah nih, ceritanya?" pria itu meringis, "Iya deh, aku minta maaf, ya," dengan wajah menyesal dibuat-buat. Sedetik kemudian ia berkata lagi, "Aku ke sini pagi-pagi, mau mengajak kamu bersepeda."

Mendengarnya, aku tersentak dan mengalihkan padanganku tepat pada kedua bola matanya yang teduh, mencari jawaban. Apa maksudnya bersepeda? Bagaimana bisa aku bersepeda dengan satu kaki? Tapi, tak ada keraguan yang kulihat di sana.

  "Aku akan membawamu ke suatu tempat." jawabnya cepat, seakan mengerti yang aku pikirkan.

Tanpa menunggu persetujuan dariku, dia membopongku keluar menuju ke halaman depan rumah.

  "Tapi, sebelum itu, kita jalan-jalan dulu, ya?" lanjutnya.

?
Perlahan dia meletakkanku di atas kursi roda yang selama ini sudah menjadi teman hari-hariku. Tapi, ada sesuatu yang berbeda, kursi roda itu diikat dengan sepeda yang berada di depannya. Ternyata ini yang dimaksud oleh Tommy jalan-jalan dengan bersepeda. Hmm, cinta memang selalu punya caranya sendiri.

  "Siap untuk jalan-jalan?" tanyanya, melalui bahunya ia tersenyum lembut. Aku pun mengangguk mantap, "Siap dong."

Dia mengayuh sepeda membawaku berkeliling menikmati sejuknya pemandangan pagi dengan hamparan taman-taman kecil di sekeliling jalan setapak.

Di perjalanan, kami tak henti tertawa dan bersenandung seakan tak peduli dengan pandangan aneh atau mungkin pandangan kagum dari orang di sekitar jalan yang kami lalui. Di depanku, Tommy terus mengayuh sepedanya.

Hingga tiba di suatu tempat, Tommy menghentikan sepedanya. "Tunggu sebentar, ya?" ujarnya, lalu bergegas meninggalkanku.

Ia masuk ke sebuah bangunan bergaya rumah memanjang, yang di depannya terdapat papan bertuliskan.

'PABRIK PEMBUATAN KAKI PALSU'


membuatku bertanya-tanya.

Tak berapa lama, lelaki yang melamarku semalam keluar dengan benda terbungkus di tanganmya. Binar syarat akan kebahagiaan. Senyum yang masih menghiasi bibirnya, membuat jantungku ingin meloncat keluar dan naik ditenggorokan.

Dia menyerahkan benda itu kepadaku, "Ini kado untukmu, sayang," ternyata sebuah kaki palsu. Aku menatapnya, ada perasaan hangat melingkupiku.

  "Aku ingin kamu bisa memakai sepasang sepatu yang kubelikan untukmu di hari pernikahan kita nanti." Kalimat itu meluluhkan kristal bening di sudut mataku. Aku bahagia sekaligus terharu. Tangan lembutnya menghapus perlahan bulir bahagia itu. Aku bersyukur karena pria ini mencintaiku apa adanya dengan segala kekurangan yang ku punya.

  "I don't know what I'm feeling about. But I know, I love you more than everything." ucapku terbata.

2 komentar:

  1. Selamat ulang tahun Tifani....
    Anugerah besar, sebuah keterbatasan dengan semangat luar biasa. Salut Mba.

    BalasHapus
  2. I love you more than everything. 😍😍

    BalasHapus